Membuat Belajar Jadi Menyenangkan
     Orang tua mana yang takkan senang mempunyai anak yang senang atau  suka belajar? Tapi masalahnya, apakah kita sebagai anak happy belajar?  Jika kamu punya kesulitan dalam belajar atau malas belajar dan  sejenisnya, berikut tips yang bisa Xpresi bagi untuk kamu:
1. Suasana yang menyenangkang.
Ini syarat mutlak yang diperlukan supaya kamu senang belajar. Menurut hasil penelitian tentang cara kerja otak, bagian pengendali memori di dalam otak akan sangat mudah menerima dan merekam informasi yang masuk jika berada dalam suasana yang menyenangkan.
Ini syarat mutlak yang diperlukan supaya kamu senang belajar. Menurut hasil penelitian tentang cara kerja otak, bagian pengendali memori di dalam otak akan sangat mudah menerima dan merekam informasi yang masuk jika berada dalam suasana yang menyenangkan.
2. Membuat diri senang belajar.
Ini jauh lebih penting daripada menuntut diri sendiri mau belajar supaya menjadi juara atau mencapai prestasi tertentu. Anak yang punya prestasi tapi diperoleh dengan terpaksa tidak akan bertahan lama. Jika kamu bisa merasakan bahwa belajar adalah sesuatu yang menyenangkan, kamu akan mempunyai rasa ingin tahu yang besar, dan sangat mempengaruhi kesuksesan belajarnya di masa yang akan datang.
Ini jauh lebih penting daripada menuntut diri sendiri mau belajar supaya menjadi juara atau mencapai prestasi tertentu. Anak yang punya prestasi tapi diperoleh dengan terpaksa tidak akan bertahan lama. Jika kamu bisa merasakan bahwa belajar adalah sesuatu yang menyenangkan, kamu akan mempunyai rasa ingin tahu yang besar, dan sangat mempengaruhi kesuksesan belajarnya di masa yang akan datang.
3. Kenali tipe dominan kamu.
Apakah cara belajar kamu termasuk tipe auditory (anak mudah menerima pelajaran dengan cara mendengarkan), visual (melihat) ataukah kinestetik (fisik). Jika kamu secara terus menerus belajar dengan cara yang tidak sesuai dengan tipe cara belajar kamu, nantinya kamu tidak akan mampu secara maksimal menyerap isi pelajaran, sehingga tidak berkembang dengan maksimal.
Apakah cara belajar kamu termasuk tipe auditory (anak mudah menerima pelajaran dengan cara mendengarkan), visual (melihat) ataukah kinestetik (fisik). Jika kamu secara terus menerus belajar dengan cara yang tidak sesuai dengan tipe cara belajar kamu, nantinya kamu tidak akan mampu secara maksimal menyerap isi pelajaran, sehingga tidak berkembang dengan maksimal.
4. Belajar dengan jeda.
Beri dirimu waktu istirahat setiap 20 menit yang akan jauh lebih efektif daripada belajar langsung satu jam tanpa istirahat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa anak mampu melakukan konsentrasi penuh paling lama 20 menit. Lebih dari itu anak akan mulai menurun daya konsentrasinya. Jeda waktu istirahat 1-2 menit akan mengembalikan daya konsentrasi anak kembali seperti semula.
Beri dirimu waktu istirahat setiap 20 menit yang akan jauh lebih efektif daripada belajar langsung satu jam tanpa istirahat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa anak mampu melakukan konsentrasi penuh paling lama 20 menit. Lebih dari itu anak akan mulai menurun daya konsentrasinya. Jeda waktu istirahat 1-2 menit akan mengembalikan daya konsentrasi anak kembali seperti semula.
5. Jaga antusiasme.
Anak pada dasarnya mempunyai naluri ingin mempelajari segala hal yang ada di sekitarnya. Anak akan menjadi sangat antusias dan semangat untuk belajar jika isi/materi yang dipelajari sesuai dengan minat dan perkembangan. Kami pasti akan menjadi mudah bosan jika yang dipelajari terlalu mudah baginya, dan sebaliknya akan menjadi stres dan patah semangat jika yang dipelajari terlalu sulit.
Anak pada dasarnya mempunyai naluri ingin mempelajari segala hal yang ada di sekitarnya. Anak akan menjadi sangat antusias dan semangat untuk belajar jika isi/materi yang dipelajari sesuai dengan minat dan perkembangan. Kami pasti akan menjadi mudah bosan jika yang dipelajari terlalu mudah baginya, dan sebaliknya akan menjadi stres dan patah semangat jika yang dipelajari terlalu sulit.
Dalam abad ke 21 ini  sudah ada ribuan atau puluhan ribu sekolah, di persada ini, mulai dari  tingkat rendah sampai ke tingkat yang lebih tinggi, dibangun sebagai  tempat untuk untuk mendidik generasi muda agar mereka bisa menjadi  bangsa yang bermartabat. Sekolah itu sendiri coraknya ada tiga, yaitu  sekolah formal, informal dan non formal. Sementara rumah itu dengan  eksistensi ayah dan ibu juga dapat dianggap sebagai sekolah pertama bagi  anak dalam memahami kehidupan dan menguasai life skill  (keterampilan hidup)..
Kemudian  bagaimana cara pandang anak-anak yang belajar di sekolah tersebut ?  Tentu saja juga bervariasi. Ada anak yang memandang sekolah sebagai  tempat penyiksaan, karena mereka dipaksa melakukan latihan demi latihan  dengan ancaman dan tekanan dari bapak dan ibu guru di sekolah. Ada yang  memandang sekolah sebagai penjara, karena terpenjara dari pagi hingga  sore sehingga kehilangan waktu untuk menjelajah di sawah dan di kebun.  Kemudian juga ada yang memandang sekolah sebagai pabrik otak. Karena  disana ada unsur input/ masukan, proses dan output  atau produk, dan anak anak didik dipandang sebagai benda dan siap untuk  dilatih dan dilatih melulu tanpa memahami apa dan bagaimana hakekat  belajar itu sendiri. Idealnya semua anak musti memandang sekolah sebagai  tempat yang menyenangkan untuk transfer ilmu agar berubah menjadi  manusia yang lebih beradab. .
Rasa senang dalam belajar adalah  masalah suasana hati. Ini diperoleh melalui perlakukan guru dan orang  tua melalui dorongan dan motivasi mereka. Sebenarnya yang diperlukan  oleh anak-anak dalam belajar adalah rasa percaya diri. Maka tugas orang  tua dan guru tentu saja menumbuhkan rasa percaya diri mereka. Dari  pengalaman hidup, kita sering menemukan begitu banyak anak yang  ragu-ragu atas apa yang mereka pelajari, sehingga mereka perlu didorong  dan diberi semangat lewat kata- kata dan perlakuan.
Agar setiap  anak bisa belajar dengan senang dan memperoleh hasil yang optimal, maka  orang tua sebagai pengasuh di rumah dan guru dari balik dinding sekolah  perlu memperkenalkan tentang keterampilan belajar, kemampuan dalam  berkomunikasi dan memperoleh lingkungan yang menyenangkan. Ternyata  belajar juga memerlukan keterampilan. Agar seorang siswa tidak terjebak  dalam kebosanan gaya belajar yang monoton (belajar cuma sekedar mencatat  perkataan guru dan menghafal melulu) maka mereka perlu tahu bagaimana  cara membaca, cara mencatat, cara mengolah suasana hati yang jitu, cara  mengolah lingkungan dan cara berkomunikasi dengan guru dan teman teman  selama pembelajaran.
Kemampuan dalam berkomunikasi juga menentukan apakah suasana belajar menyenangkan atau tidak. “Bukankan hidup kita juga ditentukan oleh suasana komunikasi atau seni berbahasa”.  Berbahasa ? Tentu saja cara berbahasa itu ada 2 macam yaitu: yang  menyenangkan atau cara berbahasa yang mengecewakan. Guru maupun orang  tua, walaupun katanya selalu mendorong anak agar jadi pintar dalam  belajar namun kadang kala cara berbahasa kurang pas menurut pribadi sang  anak. “Aku tidak senang belajar dengan guru itu…. Atau tidak suka dengan suasana di rumah  ?”. Tentu saja karena gaya berbahasa yang kasar, cerewet, banyak  mengomel, suka membentak, banyak memperolok-olokan sang anak, meremehkan  harga diri dan ada belasan cara berbahasa negatif lainnya.
Dua  orang yang sedang jatuh cinta bisa hubungan mereka bisa segera putus  gara-gara berbahasa yang tidak simpatik menurut pandangan partnernya. Sebaliknya cinta mereka bisa langgeng karena “cara berbahasa yang menarik”  selalu mempertahan cara berbahasa yang sopan, santun dan lembut.  Suasana berbahasa yang menyenangkan (bernuansa positif: bahasa yang  penuh pujian, dorongan/ motivasi dan penghargaan) dan diikuti oleh  lingkungan yang menyenangkan tentulah akan membuat potensi belajar anak  akan meningkat. Suasana lingkungan rumah yang kerap membuat anak tidak  nyaman adalah kondisi rumah yang sempit, pengap, sembrawut dan ruangan  rumah yang hiruk pikuk oleh suara elektronik (lagu dan tayangan  televise) yang cedrung membuat kita sendiri  susah berkomunikasi apalagi  berkonsentrasi dalam belajar.
Secara umum mengapa pembelajaran  anak kecil lebih sukses dibandingkan pembelajaran yang dilakukan oleh  orang dewasa? Sehingga ada pribahasa yang mengatakan bahwa “Belajar  diwaktu kecil ibarat menulis di atas batu (akan selalu berbekas) dan  belajar di waktu dewasa ibarat melukis di atas air (apa yang dipelajari  akan cepat jadi sirna)”. Penyebabnya adalah selain faktor pertumbuhan otak, masa anak-anak dan remaja disebut sebagai the golden age- masa pertumbuhan otak yang pesat, adalah juga karena anak kecil cenderung melalui instink belajar secara global. Global learning  atau belajar secara menyeluruh, ya ibarat bayi atau anak kecil yang  meneliti lingkungan lewat mulut, tangan, dan mata untuk mengeksplorasi  apa saja apa yang dapat dijangkau.  
Beruntunglah bayi dan anak kecil yang memiliki orang tua yang peduli dalam merangsang mereka dalam global learning-  menyediakan sarana bermain dan belajar, kertas untuk dicoret atau untuk  digunting, bunyi-bunyian, dan benda-benda lain untuk digengagam dan  dilempar. Tanpa diikuti oleh kebiasaan orang tua yang terlalu banyak  menolong, mengeritik dan serba banyak melarang. Selanjutnya bahwa untuk  membuat suasana belajar bisa menjadi nyaman, sangat dipengaruhi oleh  respond dan rangsangan (stimulus) lingkungan serta bagaimana tekhnik  belajar/ mencatat dan pengalaman pribadi anak atau kita sendiri.  
Tidak ada komentar:
Posting Komentar